Kemarin, sekitar 2.5 jam saya mendengarkan anak kedua saya (Asa) mempresentasikan ilmu yang baru ia dalami: Mendidik anak berbasis mesin kecerdasan STIFIn. Mendengar paparan pengantin baru ini, saya menjadi tahu bahwa ternyata ada beberapa hal yang belum saya lakukan sebagai seorang ayah.
Untuk menghasilkan anak yang berkualitas di masa depan, diperlukan sense of giving dan sense of growing dari anggota keluarga. Orang tua harus siap “giving” apapun (harta, energi, waktu, perasaan ilmu, cinta dll) agar sang anak terus “growing” secara alami dan terdesain secara apik.
Tugas ayah bukan hanya menyediakan uang dan berbagai fasilitas yang diperlukan. Ia juga harus menentukan arah, membangun tim dan mengambil keputusan strategis di rumah. Ia harus peka terhadap semua perkembangan anggota keluarga. Walau usai lelah mencari nafkah, ia tetap wajib menyediakan waktu dan memberi perhatian kepada semua anggota keluarga.
Lelah mencari nafkah tidak boleh menjadi kambing hitam bagi seorang ayah. Tak elok bila seorang ayah berkata, “Bapak sudah lelah bekerja mencari nafkah maka urusan anak dan rumah adalah tanggungjawab istri.” Sungguh, pernyataan ini hanya keluar dari mulut seorang ayah yang sangat egois.
Di sela-sela kesibukan bekerja, seorang ayah perlu tetap menyapa anggota keluarga. Sekadar “say-hello” akan membuka pintu komunikasi untuk hal-hal yang penting lainnya. Apalagi saat berkumpul di rumah maka energi, waktu, dan perhatian haruslah dipersembahkan untuk yang di rumah. Jangan sampai suatu keluarga tinggal satu rumah tetapi seperti tinggal di hotel, tak ada komunikasi antar penghuni yang berbeda kamar.
Seorang ayah memang harus rela untuk lelah. Seorang ayah memang harus punya banyak ilmu untuk mengembangkan anak dengan talenta dan bakat yang berbeda. Ia sadar, bahwa pendidikan terbaik bagi anaknya adalah di rumah bukan di sekolah terbaik sekalipun.
Seorang ayah perlu menyadari bahwa anggota keluarga sangat merindukan sapaan, perhatian, kasih sayang , arahan bahkan terkadang teguran dari seorang ayah. Baik, buruk, berkualitas atau tidaknya sebuah keluarga, sangatlah ditentukan oleh kesungguhan seorang ayah.
Jangan sampai anggota keluarga Anda berkata, “Ayah ada tetapi seperti tiada.” Lebih parah lagi, bila keluarga Anda sampai berkata, “Ayah ada hanya saat marah. Ayah ada hanya saat memberi perintah. Dan saat ayah di rumah, pun ia punya dunia sendiri yang tidak bisa kami ganggu.” Sadarlah wahai para ayah…
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? FOLLOW saya di twitter: @jamilazzaini. Atau, LIKE saya di facebook
25 comments On Ayah Ada tetapi Seperti Tiada
Do’akan kek, istri saya beberapa hari lagi lahiran. InshaAllah pertama kali nya saya akan jd ayah. Semoga bisa jadi Ayah yg terbaik..
Langsung kirim alfatihah….
Sama seperti yang aku rasakan “ayah ada tapi se
perti tiada” …
aku dan ayah ku jarang sekali ngobrol… Karena kesibukan beliau kerja dari pagi sampai malam…
Ayo berinisitaif untuk ngajak ngobrol
Alhamdulillah Ya Allah…Engkau perkenankan untuk mendapat nasehat kembali pagi ini.
Minggu pagi kemarin ketika akan berangkat ke WBT, saat pamitan si kecil berucap, “ayah mau ke mana lagi?”
Sambil mencium dan memeluknya, saya berkata pelan, “ayah belajar dulu ya sayang, nanti sore kita main lagi.”
Dalam hati saya berjanji, harus ada peninggalan terbaik yang diberikan pada bocah-bocah di rumah. Peninggalan berupa kearifan dalam menatap kehidupan. Bukannya peninggalan berupa rekam jejak perangai buruk seorang ayah.
Hingga suatu saat nanti, apa yang akan terucap ketika mereka mengatakan ingin menjadi seperti ayahnya, adalah keinginan dari contoh teladan yang baik.
Doakan muridmu ini kek, agar bisa menjadi ayah, sahabat, guru dan teman sepermainan bagi anak2 di rumah. Ajarkan selalu kebaikan agar diri ini bisa terus belajar….
Terima kasih untuk nasehatnya pagi ini gurunda…
Saya sudah menyaksikan hidupmu, dirimu ayah yang baik buat anak-anakmu…
Matur nwn mbah.. Sudah diingatkan..terasa tertampar pagi ini…
Jangan ditangkis ya…
Tiap baca postingan di website ini
Selalu sperti mrasa di ingatkan dengan lembut
Sampe di dorong sampe jlebb
Terimaksih banyak beh, atas tulisannya
Peluk dari jauh….
Terima kasih kek.. sdh mengingatkan.. semoga saya tidak menjadi ayah seperti itu..
jadi sedih bacanya
Ya Allah, semoga sy bisa menjadi ayah yg baik, mohon doanya kek
Sedih bacanya. Saya juga seperti ini. Mgkin krn miskinnya ilmu dr bapak sya, latar belakang yg “diterlantarkan” oleh keluarganya dulu, sehingga beliau bertindak seperti itu – ayah ada saat marah – ayah ada saat memerintah.
Doakan kami kek, kelak mendapt jodoh seorng lelaki yang mau terus belajar menjadi anak yg baik bagi orng tua , dan menjadi ayah yg baik bagi keluarga. Aamiin 🙂
Ajak ayahmu intuk bicara empat mata, sering-seringlah mengajak ngobrol
Mohon Doanya jg Kek beberapa Bln Lg diriku Akan menjadi Ayah,,mudah2an bs Meniru sang Guru…
*Peluk RINDU dr sang Murid Lama Tak berjumpa 🙂
@SigitPrasojo
Asyik, sebentar lagi punya keponakan… Terima kasih ya sudah kirim Bu Fera ikut WBT
klo saya iya seperti itu,ayah ada tetapi seperti tidak ada,,,,,aku kurang komunikasi terhadap ayahku….
sulit komunikasinya….
pengin bisa bercanda sama ayah tpi kok susah yyaa berikan aku solusi yyaa
Ayo…kamu yg aktif….
Doain kek supayabsaya bisa jadi ayah yang baik kelak
Inspiratif….. Peluk kek @jamil
Terima kasih Kek, Menyadarkan sy, spy menjadi AYAH yg dirindukan ANAK-ANAK.
Sama seperti ayah ku..ada seperti tidak ada..hmm bahkan d rumah pun ..q gak merasa kan nya
Pak Jamil, saya seorg dewasa dari disfunctional family. Fatherless. Ayah sy menyakiti saya, ibu dan adik saya. Egois. Saya benci lelaki seperti itu.
hiks hiks hiks….saya ibu dari dua anak,saya merangkap sebagai ayah buat anak2..baik secara materi dan lain lain…
semoga Allah memberikan saya kekuatan untuk mejalani ini,dan semoga Anak2 saya bisa menjadi penolong dan pelindung saya di dunia sampai akhirat…