Guru kehidupan tidak harus orang yang membagikan ilmu di depan kelas atau memberi suri tauladan. Guru kehidupan juga bisa orang yang menghina dan merendahkan kita. Keluarga kami punya seorang guru kehidupan. Ia (dulunya) orangΓΒ kaya di kampung kami.
Bagaimana ia menjadi guru kehidupan kami? Akan saya ceritakan disini…
Tahun 1987 saya mendapat undangan kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) tanpa tes. Di dalam surat undangan itu disebutkan salah satu persyaratannya adalah membawa uang pendaftaran sebesar Rp 150.000. Bapak saya lalu mengajak saya ke rumah orang kaya di kampung untuk meminjam uang.
Setelah ngobrol berbagai hal sampailah ke pokok pembicaraan. Bapak saya membukanya dengan mengatakan, “Alhamdulillah pak, Jamil diterima kuliah di IPB, ini surat undangannya. Dalam surat undangan ini Jamil harus membawa uang seratus lima puluh ribu, tolong pinjami kami uang tiga ratus ribu.”
Tanpa diduga orang yang kaya di kampung saya tersebut berdiri. Kata-kata ejekan, hinaan dan kotor keluar dari mulutnya. Ia menghina bapak saya. Mendengar bapak saya dihina dan dicaci saya hanya menangis. Ketika saya sedang menangis, tiba-tiba bapak saya memukul meja kemudian berdiri sambil berkata keras, “Bapak jangan sombong, jangan mentang-mentang kaya, menghina orang seenaknya. Saya memang miskin di sini, tapi perlu bapak ketahui, tanah saya masih luas. Permisi!”
Kami pun pulang dengan berboncengan naik sepeda. Di tengah perjalanan saya bertanya, “Tadi bapak bilang tanah kita luas, tanah yang mana?” Dengan tetap mengayuh sepeda bapak saya menjawab, “Itu pulau Jawa.” Mendengar jawaban itu, saya pukul-pukul punggung bapak saya sambil berkata, “Kenapa bapak bohong, saya gak suka bapak bohong, saya gak suka. Dulu bapak pernah memukul saya karena saya berbohong, tapi kenapa hari ini bapak bohong?”
Bapak saya menghentikan genjotan sepedanya dan turun dari sepeda kemudian memeluk saya. Sambil memeluk erat-erat beliau berkata, “Mil, baru kali ini bapak dihina di depan anak bapak. Bapak malu, mil. Bapak harus menjaga harga diri keluarga. Kamu harus jadi Insinyur Pertanian, mil.” Pelukan itu adalah pelukan bapak yang tidak akan pernah terlupakan sepanjang hidup saya.
Belasan tahun berlalu, suatu saat saya kembali ke kampung. Saya diajak ke kebun karet milik bapak. Sesampainya di kebun, bapak menunjuk seseorang sambil berkata, “Masih ingat orang itu?” Tentu saya mengenalinya, karena orang itu adalah yang orang menghina kami belasan tahun yang lalu. Kata bapak saya, “Itulah guru kehidupan kita, tanpa dia kamu tidak akan jadi Insinyur Pertanian. Jadi, walaupun dia sekarang buruh bapak, kamu tidak boleh menghinanya.”
Ya, guru kehidupan itu telah jatuh miskin akibat berbagai problema kehidupan yang dihadapinya. Namun demikian, sampai kapanpun kami tetap menghormatinya. Karena dialah guru kehidupan kami.
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini
34 comments On Guru Kehidupan
Sukron pak pencerahannya, salam sukses mulia π
Mantap pak jamil,dalam hidup tidak ada yg perlu di sombongkan.
Cerita yang kang Jamil tulis juga dibukunya dulu, terima kasih sudah mengingatkan ya kang.
alhamdullilah membaca artikel pagi ini sangat menyentuh sekali di kehidupan saya.Terima kasih pak jamil
Dan setiap pagi tidak pernah alpha saya membaca artikel bapak, semoga segala kebaikan selalu tercurah untuk bapak….amien
Sungguh sangat menggugah cerita Pak Jamil, bikin nangissssssssssssss.
Seperti melihat film kehidupan dikampungku dulu….
Iya nih,sdh ada di buku.
Tp baca ini tetep aja msh nangis π
subhanallah bgt.. π
Terima Kasih inspirasi pagi nya pak Jamil π Moga Kita semua Sukses Mulia
Thanks for sharing..sangat menyentuh π
Benar-benar benar hukum tabur tuainya
Benar, bahwa seorang yang bijaksana memang hasil didikan orang tua yang bijaksana.subhanallah betapa besar pengorbanan seorang ayah,dan motivasi yang luar biasa
Sukses memang harus mulia seperti pak Jamilazzaini.
Subhanallah. Sudah berapa kali ya saya meneteskan air mata oleh ceritanya Pak Jamil? Saya berdoa mudah-mudahan Pak Jamil senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala.
subhanallah,
kesombongan adalah awal mula iblis di usir oleh Allah dari surga,
dan dilaknat sampai hari kiamat,
semoga bapak yang pak jamil ceritakan,
diampuni dosanya,
dan diganti oleh Allah dgn akhlak yang luhur,
aamiin,
Nangis saya pak :’)
Bukan karena ketabahan karena dihinanya. Tapi sikap dukungan luar biasa orang tua bapak sampai semua terbukti dan keadaan berbalik.
Subhanallah…
SubhanaLlah….indah sekali kek…
dan terasa sekali keindahan cinta di keluarga kakek…
AlhamduliLlah Indonesia memiliki kakek dan ratusan lagi orang seperti kakek yang menginspirasi dan menggugah kami
semoga segala kemudahan dan barokahNya senantiasa terlimpah pada kakek, ayahanda kakek, ibunda, beserta segenap keluarga
Terima kasih semuanya, mari kita sikapi hal yang terlihat negatif denga. Sikap positip. Tak berhenti sampai disitu, buktikan pula dengan sikap produktif dan kontributif. Salam SuksesMulia. jamil azzaini
meskipun sudah pernah mendengar langsung ceritanya dari Mas Jamil, membacanya kembali di web ini tetap memberikan pencerahan luar biasa ^_^
Bukti bahwa penulisnya menulis dengan hati dan penuh perasaan
Pak Jamil juga GURU KEHIDUPAN kami dalam hal KEBAIKAN …. Jazakallahu – Alumni Pesantren ABA
Subhanallah.. dulu saya dpt cerita gini cm tentang org lain,’seseorg di desa bla3′, ‘seseorg bernama fulan’, de el el.. baru kali ini diceritakan lgsg oleh tokohnya..
trims untuk inspirasinya pak.. salam SuksesMulia!
SUBHANALLOH….., Masih ingat sama saya Mas? Sukasari, You are always in my heart….
sangat mengharukan crita bapak
luar biasa..sebuah AKSI nyata dari ilmu ikhlas..
Slam suksemulia!!
Saya ingin dan harus bisa merasakan nikmatnya hinaan jd vitamin hidup. Mhn doa dan bimbingannya pak
I Like this inspiration
Inspiring,,,!
roda kehidupan memang terus berputar, adakalanya di atas dan di bawah.
pak jamil keren
dr: BTM
kereennn pak artikelnya
salam sukses mulia !! π
salam, very inspiring. i will tell my srudents to invite you in their program, thx
sip !
Apa kabar. dek?
Aku ingat kisah2 ini, yang selalu membuat mataku basah. Bagaimanapun kamu beruntung masih merasakan pelukan seorang ayah, yang mengajarkan bagaimana seharusnya menyikapi sebuah hinaan atau kemuliaan. Beruntung memiliki seorang ayah yang hebat.
Ada keponakanku dari jauh yang ingin berguru padamu bulan Ramadhan ini, bolehkah dek?
Salam sayang buat Ria dan anak2.
Wass, Mbak
cerita yang sangat manis pak …
Dulu saya diterima di UGM juga ditakut-takuti oleh lurah dan orang-orang kaya di kampung. Mereka bilang bapakku bahwa semua tanah bapak dijual untuk kuliahpun, gak cukup untuk biaya saya sampai selesai kuliah.
Ternyata, tanah bapak memang dijual sedikit, tapi semua adikku 3 orang bisa selesai kuliah semua.