Caleg Konstruktivis

Share this

Hanafi RaisDalam beberapa bulan terakhir ini, saya menangkap banyak pelajaran dari calon legislatif lokal. Masing-masing dari mereka selalu memiliki pendekatan berbeda-beda dalam melakukan sosialisasi tentang pencalonannnya.
 
Dan kalau saya telusuri lebih dalam, maka sebenarnya pendekatan yang seorang calon lakukan itu sangat tergantung dari sikap dan cara pandang dia tentang politik. Cara pandang politik seorang caleg menentukan cara pendekatannya kepada masyarakat.
 
Salah seorang caleg yang saya kenal punya prinsip “satu musuh terlalu banyak, seribu kawan masih kurang”. Dia kebetulan juga seorang dokter hewan. Dan pernah juga menjabat sebagai lurah di desa tempat beliau menetap bersama keluarganya.
 
Yang menarik bagi saya adalah tekad dia dalam melakukan sosialisasi.
 
Beliau mengungkapkan begini: “Mas, saya seperti biasa tiap hari terus keliling dari rumah ke rumah untuk mencari pasien. Kalau pasiennya butuh saya suntik ya saya suntik biar mau makan, bebas dari cacingan, dan bisa sehat serta gemuk lagi. Kalau mau bayar ya sukarela. Entah pemilik binatang ternak ini bakal milih saya atau tidak sebagai caleg, entah mereka ini sebenarnya kawan atau lawan, saya tidak peduli. Semua saya datangi dan saya tawarkan keahlian saya untuk membantu mereka yang butuh pertolongan”.
 
Kata-kata dokter hewan-cum-mantan lurah-cum-caleg ini mengingatkan saya pada sebuah cara pandang politik yang beda dari kebanyakan orang. Istilah kampusnya, apa yang dilakukan bapak caleg ini sebenarnya tergolong ‘konstruktivis’. Cara pandang ini meyakini bahwa lawan dan kawan itu adalah soal persepsi saja. Bukan soal kepentingan.
 
Orang bisa berbeda partai politik, berbeda aliran. Tetapi pagar politik dan aliran itu bisa runtuh ketika caleg bersangkutan mampu merekontruksi persepsi yang tadinya lawan menjadi kawan. Caleg yang seperti ini memilih untuk fokus pada kerja kolaboratif, bukan kerja kompetitif.
 
Caleg yang ‘konstruktivis’ mencoba untuk membangun persaudaraan dengan siapapun, bahkan yang dianggap musuh sekalipun. Jika ada musuh atau pesaing, yang ia lakukan bukan untuk mengalahkan pesaing atau orang yang memusuhinya, tetapi justru bertekad untuk berkawan dengan mereka dan merubah persepsi mereka bahwa dia, pada akhirnya, sangat layak untuk jadi wakil yang sangat bisa dipercaya oleh ‘musuh’.
 
Kalau dalam politik ada postulat, ‘musuhmu ada di luar sana’, maka bagi caleg ‘konstruktivis’ ini postulat itu berubah menjadi ‘musuhmu ada dalam diri sendiri’. Kenapa? Karena orang di luar dirinya ia yakini sebagai partner, kawan, kolaborator, yang bisa membantunya untuk meraih tujuan bersama.
 
Kalau bersikukuh bahwa orang lain itu musuh maka sikap atau attitude demikian justru akan merugikannya.
 
Prinsip calon ‘konstruktivis’ ini: setiap orang adalah kawan & menaklukkan ego diri sendiri adalah kunci kesuksesan dalam berpolitik. Mungkin filosofi sederhana ini yang membuat wajah bapak caleg yang juga dokter hewan ini tampak selalu ‘ayom ayem’ dan disenangi warganya. Sayangnya, pasien beliau tidak bisa ikut nyoblos, tapi mungkin ikut ‘bertasbih’ untuknya. Amin.
 
Tulisan dikirim oleh Hanafi Rais

Baca Juga  Catatan Sang Serigala

17 comments On Caleg Konstruktivis

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Site Footer