Awalnya… Akhirnya…

Share this

Di sela-sela liburan akhir tahun saya diundang oleh sahabat lama saya. Undangan pertama datang dari Mursida Rambe, salah satu pengagas Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Beringharjo Jogjakarta. Modal awal BMT ini hanya satu juta rupiah, setelah 20 tahun asetnya sudah menjadi 98 milyar rupiah. Pada 24 Desember 2014 saya didaulat untuk tampil di hadapan seribu lebih nasabah pilihannya.

Undangan kedua dari Karsiwi. Ia pendiri BMT Bina Masyarakat Purworejo. Modal awal BMT ini hanya 900 ribu rupiah namun kini asetnya sudah mencapai 87 milyar rupiah. Pada 01 Januari 2015, saya bertatap muka dengan karyawan BMT dan keluarganya. Usai acara itu, saya kumpulkan para pimpinan dan pengurus BMT ini di kelas terbatas untuk berdiskusi bagaimana melejitkan BMT tersebut.

Mursida Rambe diapit saya dan Peggy Melati Sukma (atas). Bersama para pimpinan BMT Bina Masyarakat Purworejo. Saya dan Karsiwi (bawah).
Mursida Rambe diapit saya dan Peggy Melati Sukma (atas). Bersama para pimpinan BMT Bina Masyarakat Purworejo. Saya dan Karsiwi (bawah).

Mungkin bagi para pebisnis lonjakan aset dari 1 juta menjadi 98 milyar dan 900 ribu menjadi 87 milyar dalam kurun waktu 20 tahun adalah hal yang biasa. Tetapi bagi saya yang kenal betul dua orang ini sejak 20 tahun yang lalu, pertumbuhan ini sungguh luar biasa.

Dua orang ini awalnya dilecehkan, disepelekan bahkan dicemooh oleh beberapa orang karena memang penampilan dan gaya hidupnya tidak mencerminkan seorang pengusaha. Mereka berdua lebih kental sebagai aktivis sosial kemasyarakatan bukan pebisnis. Wajahnya kuyu dan busananya lusuh.

Saya ingat, ketika tahun 1995 mereka saya undang ke Jakarta, mereka tidak punya ongkos. Mereka berangkat dengan bus kelas ekonomi. Dan ketika pulang saya bekali ongkos 100 ribu, Karsiwi menangis haru.

Begitu pula ketika Mursida Rambe dan tim BMT Beringharjo saya undang ke Semarang. Saat pulang, mereka saya bekali uang untuk membeli susu agar wajahnya cerah dan sehat. Di hadapan saya, mereka tidak menangis tetapi di perjalanan pulang menuju Jogja mereka menangis bersama. Begitulah cerita mereka kepada saya.

Baca Juga  Ketika Sulit Menangis (2)

Awalnya mereka dilecehkan, namun sekarang sudah menjadi tokoh panutan. Awalnya mereka dikira pengangguran yang panjang angan-angan tetapi kini ia bisa menyediakan lapangan kerja untuk ratusan orang. Awalnya mereka sulit mencari dukungan, kini para politisi pun mendekat untuk memohon dukungan.

Bagaimana mereka menjalankan bisnis sehingga BMT-nya menjadi BMT terbaik di propinsi mereka masing-masing? Apabila Anda tertarik, akan saya lanjutkan kisahnya di tulisan selanjutnya (besok). Mau? Syaratnya, yang menulis mau di komentar di bawah tulisan ini minimal 25 orang. Hehehehe…

Salam SuksesMulia!

Ingin ngobrol dengan saya? FOLLOW saya di twitter: @jamilazzaini. Atau, LIKE saya di facebook

85 comments On Awalnya… Akhirnya…

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Captcha
8 * 3 = ?
Reload

Site Footer